Baru-baru ni, ana banyak menghabiskan masa ana untuk membaca bahan tarbiyyah dalam laptop ana. Salah satunya tulisan dari KH RAHMAT ABDULLAH yang bertajuk “UNTUKMU KADER DAKWAH”
_______________________________________________________
Dalam satu kesatuan amal jama’i ada orang yang mendapatkan nilai tinggi karena ia
betul-betul sesuai dengan tuntutan dan adab amal jama’i. Kejujuran, kesuburan,
kejernihan dan kehangatan ukhuwahnya betul-betul terasa. Keberadaannya
menggairahkan dan menenteramkan. Namun perlu diingat, walaupun telah bekerja
dalam jaringan amal jama’i, namun pertanggungjawaban amal kita akan dilakukan di
hadapan Allah SWT secara sendiri-sendiri.
Karenanya jangan ada kader yang mengandalkan kumpulan-kumpulan besar tanpa
berusaha meningkatkan kualiti dirinya. Ingat suatu pesan Rasulullah SAW:
Man abtha-a bihi amaluhu lam yusri’ bihi nasabuhu
(Siapa yang lambat beramal tidak akan dipercepat oleh nasabnya ).
Makna tarbiah itu sendiri adalah mengharuskan seseorang lebih berdaya, bukan terus menerus melekat dan tergantung pada orang lain. Meskipun kebersamaan itu
merupakan sesuatu yang baik tapi ada saatnya kita tidak dapat bersama, demikian
sunahnya.
Sebab kalau mahu, para sahabat Rasulullah SAW boleh saja menetap dan
wafat di Madinah, atau terus menerus tinggal bermulazamah tinggal di masjidil
Haram yang nilainya sekian ratus ribu atau di Masjid Nabawi yang pahalanya sekian
ribu kali. Tapi mengapa makam para Sahabat tidak banyak berada di Baqi atau di
Ma’la. Tetapi makam mereka banyak bertebaran jauh, beribu-ribu batu dari negeri
mereka.
_______________________________________________________
Dalam satu kesatuan amal jama’i ada orang yang mendapatkan nilai tinggi karena ia
betul-betul sesuai dengan tuntutan dan adab amal jama’i. Kejujuran, kesuburan,
kejernihan dan kehangatan ukhuwahnya betul-betul terasa. Keberadaannya
menggairahkan dan menenteramkan. Namun perlu diingat, walaupun telah bekerja
dalam jaringan amal jama’i, namun pertanggungjawaban amal kita akan dilakukan di
hadapan Allah SWT secara sendiri-sendiri.
Karenanya jangan ada kader yang mengandalkan kumpulan-kumpulan besar tanpa
berusaha meningkatkan kualiti dirinya. Ingat suatu pesan Rasulullah SAW:
Man abtha-a bihi amaluhu lam yusri’ bihi nasabuhu
(Siapa yang lambat beramal tidak akan dipercepat oleh nasabnya ).
Makna tarbiah itu sendiri adalah mengharuskan seseorang lebih berdaya, bukan terus menerus melekat dan tergantung pada orang lain. Meskipun kebersamaan itu
merupakan sesuatu yang baik tapi ada saatnya kita tidak dapat bersama, demikian
sunahnya.
Sebab kalau mahu, para sahabat Rasulullah SAW boleh saja menetap dan
wafat di Madinah, atau terus menerus tinggal bermulazamah tinggal di masjidil
Haram yang nilainya sekian ratus ribu atau di Masjid Nabawi yang pahalanya sekian
ribu kali. Tapi mengapa makam para Sahabat tidak banyak berada di Baqi atau di
Ma’la. Tetapi makam mereka banyak bertebaran jauh, beribu-ribu batu dari negeri
mereka.
Sesungguhnya mereka mengutamakan adanya makna diri mereka sebagai perwujudan
firman-Nya:
Wal takum minkum ummatuy yad’una ilal khoir.
Atau dalam firman-Nya: Kuntum khoiro ummati ukhrijat linnasi
(Kamu adalah sebaik-baiknya ummat yang ditampilkan untuk ummat manusia.
Qs. 3;110).
Ummat yang terbaik bukan untuk disembunyikan tapi untuk ditampilkan kepada seluruh ummat manusia. Inilah sesuatu yang sangat perlu kita jaga dan perhatikan. Kita semua beramal tapi tidak larut dalam kesendirian. Hendaklah ketika sendiri kita selalu mendapat cahaya dan menjadi cahaya yang menyinari lingkungan sekitarnya.
Jangan ada lagi kader yang mengatakan, saya jadi buruk begini karena lingkungan.
Mengapa tidak berkata sebaliknya, karena lingkungan seperti itu, saya harus
mempengaruhi lingkungan itu dengan pengaruh yang ada pada diri saya. Seharusnya
dimanapun dia berada ia harus berusaha membuat kawasan-kawasan kebaikan,
kawasan cahaya, kawasan ilmu, kawasan akhlak, kawasan taqwa, kawasan al-haq,
setelah kawasan-kawasan tadi menjadi sempit dan gelap oleh kawasan-kawasan
jahiliyah, kezaliman, kebodohan dan hawa nafsu.
Demikianlah ciri kader, dimanapun dia berada terus menerus memberi makna kehidupan. Seperti sejarah da’wah ini, tumbuh dari seorang, dua orang kemudian menjadi beribu-ribu atau berjuta-juta orang.
Sangat indah ungkapan Imam Syahid Hasan Al Banna,
"Antum ruhun jadidah tarsi fi ja-sadil ummah".
Kamu adalah ruh baru, kamu adalah jiwa baru yang mengalir ditubuh ummat, yang menghidupkan tubuh yang mati itu dengan Al-Qur’an.
Jangan ada sesudah ini, kader yang hanya mengandalkan kerumunan besar untuk
merasakan eksistensi dirinya. Tapi, dimanapun dia berada ia tetap merasakan sebagai
hamba Allah SWT, ia harus memiliki kesadaran untuk menjaga dirinya dan taqwanya
kepada Allah SWT, baik dalam keadaan sendiri maupun dalam keadaan terlihat
orang. Kemanapun pergi, ia tak merasa kesunyian, tersudut atau terasing, karena
Allah senantiasa bersamanya. Bahkan ia dapatkan kebersamaan rasul-Nya, ummat
dan alam semesta senantiasa.
Kehebatan Namrud bagi Nabi Ibrahim AS tidak ada artinya, tidaklah sendirian.
ALLAH bersamanya dan alam semesta selalu bersamanya. Api yang berkobar-kobar
yang dinyalakan Namrud untuk membinasakan dirinya, ternyata satu kekuatan
baginya dalam menunaikan tugas pengabdian kepada ALLAH. Alih-alih dari
menghanguskannya, malah menjadi
"bardan wa salaman"
(penyejuk dan penyelamat).
Karena itu, kader sejati yakin bahwa Allah SWT akan senantiasa membuka jalan bagi pejuang
Da’wah sesuai dengan janji-Nya,
firman-Nya:
Wal takum minkum ummatuy yad’una ilal khoir.
Atau dalam firman-Nya: Kuntum khoiro ummati ukhrijat linnasi
(Kamu adalah sebaik-baiknya ummat yang ditampilkan untuk ummat manusia.
Qs. 3;110).
Ummat yang terbaik bukan untuk disembunyikan tapi untuk ditampilkan kepada seluruh ummat manusia. Inilah sesuatu yang sangat perlu kita jaga dan perhatikan. Kita semua beramal tapi tidak larut dalam kesendirian. Hendaklah ketika sendiri kita selalu mendapat cahaya dan menjadi cahaya yang menyinari lingkungan sekitarnya.
Jangan ada lagi kader yang mengatakan, saya jadi buruk begini karena lingkungan.
Mengapa tidak berkata sebaliknya, karena lingkungan seperti itu, saya harus
mempengaruhi lingkungan itu dengan pengaruh yang ada pada diri saya. Seharusnya
dimanapun dia berada ia harus berusaha membuat kawasan-kawasan kebaikan,
kawasan cahaya, kawasan ilmu, kawasan akhlak, kawasan taqwa, kawasan al-haq,
setelah kawasan-kawasan tadi menjadi sempit dan gelap oleh kawasan-kawasan
jahiliyah, kezaliman, kebodohan dan hawa nafsu.
Demikianlah ciri kader, dimanapun dia berada terus menerus memberi makna kehidupan. Seperti sejarah da’wah ini, tumbuh dari seorang, dua orang kemudian menjadi beribu-ribu atau berjuta-juta orang.
Sangat indah ungkapan Imam Syahid Hasan Al Banna,
"Antum ruhun jadidah tarsi fi ja-sadil ummah".
Kamu adalah ruh baru, kamu adalah jiwa baru yang mengalir ditubuh ummat, yang menghidupkan tubuh yang mati itu dengan Al-Qur’an.
Jangan ada sesudah ini, kader yang hanya mengandalkan kerumunan besar untuk
merasakan eksistensi dirinya. Tapi, dimanapun dia berada ia tetap merasakan sebagai
hamba Allah SWT, ia harus memiliki kesadaran untuk menjaga dirinya dan taqwanya
kepada Allah SWT, baik dalam keadaan sendiri maupun dalam keadaan terlihat
orang. Kemanapun pergi, ia tak merasa kesunyian, tersudut atau terasing, karena
Allah senantiasa bersamanya. Bahkan ia dapatkan kebersamaan rasul-Nya, ummat
dan alam semesta senantiasa.
Kehebatan Namrud bagi Nabi Ibrahim AS tidak ada artinya, tidaklah sendirian.
ALLAH bersamanya dan alam semesta selalu bersamanya. Api yang berkobar-kobar
yang dinyalakan Namrud untuk membinasakan dirinya, ternyata satu kekuatan
baginya dalam menunaikan tugas pengabdian kepada ALLAH. Alih-alih dari
menghanguskannya, malah menjadi
"bardan wa salaman"
(penyejuk dan penyelamat).
Karena itu, kader sejati yakin bahwa Allah SWT akan senantiasa membuka jalan bagi pejuang
Da’wah sesuai dengan janji-Nya,
In tansurullah yansurukum wayu sabit akdamakum
(Jika kamu meno-long Allah, Ia pasti akan menolongmu dan mengokohkan langkah kamu)
Semoga para kader senantiasa mendapatkan perlindungan dan bimbingan dari Allah
SWT dilawan derasnya arus dan badai perosak ummat.
Kita harus yakin sepenuhnya akan pertolongan Allah SWT dan bukan yakin dan percaya pada diri sendiri. Masukkan diri kedalam benteng-benteng kekuatan usrah atau halaqah tempat Junud Da’wah melingkar dalam suatu benteng perlindungan, menghimpun bekal dan amunisi untuk terjun ke arena pertarungan Haq dan bathil yang berat dan menuntut
pengorbanan.
Disanalah kita mentarbiah diri sendiri dan generasi mendatang. Inilah sebahagian
pelipur kesedihan ummat yang berkepanjangan, dengan munculnya generasi baru.
Generasi yang siap memikul beban da’wah dan menegakan Islam. Inilah harapan baru
bagi masa depan yang lebih gemilang, dibawah naungan Alquran dan cahaya Islam
rahmatan lil alamin.
No comments:
Post a Comment